SELAPANAN BAYI
DESA WATU PANJANGREJO
Di Desa Watu Panjangrejo Pundong Bantul Yogyakarta,
kelahiran seorang anak manusia ke dunia selain merupakan anugerah yang sangat
besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung
bayi hingga bayi lahir, masyarakat di Desa Watu mempunyai beberapa uapacara
adat untuk menyambut kelahiran bayi tersebut. Upacara-upacara tersebut antara
lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, brokohan, upacara puputan, dan
selapanan.
A.
PELAKSANAAN UPACARA
Berikut
adalah rangkaian pelaksanaan upacara selapanan bayi di Desa Watu Panjangrejo:
1. Sebelum
kelahiran bayi, pertama kali diadakan mitoni, syukuran (among-among) dengan
dihadiri seluruh warga kampung, khususnya bapak-bapak.
2. Kemudian
dibacakan doa untuk keselamatan bayi (janin) yang ada di dalam kandungan.
3. Diadakan siraman kembang pada ibu yang mengandung termasuk suami
dan kedua orang tua dari suami istri oleh dukun bayi.
4. Diadakan pemecahan kelapa gading oleh dukun bayi.
5. Setelah itu istri yang mengenakan jarik akan di masukkan kerangka keris ke
dalam jariknya dari atas ke bawah.
6. Setelah sang ibu melahirkan,
ari-ari bayi dipendam di sebelah kiri rumah (pada bayi perempuan) dan di
sebelah kanan rumah (pada bayi laki-laki).
7. Diadakan syukuran setelah bayi lahir ke dunia dengan selamat dengan mengadakan
syukuran (among-among).
8. Pada
acara puputan, setelah lepasnya tali pusar bayi kemudian diberi nama diiringi
dengan upacara pembuatan jenang.
9. Selapanan dilaksanakan 35 hari setelah kelahiran bayi dan pada hari ke 35 ini
pula hari lahir si bayi akan terulang lagi.
10.Pemotongan
rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan oleh
sesepuh bayi. Pada bagian ini, aturannya pemotongan rambut bayi dilakukan
sebanyak 3 kali sebagai simbolis.
11.Setelah
potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi.
12.Dalam
rangkaian ini, dilakukan pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi
dan keluarganya.
13.Upacara
pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu shalat Maghrib, dan dihadiri
oleh keluarga, kerabat, warga sekitar, serta Uztadz Dasuki.
14.Sore
harinya sebelum pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya
dengan membuat acara syukuran (among-among) yang dibagikan kepada kerabat,
anak-anak kecil, dan warga sekitar. Among-among mengandung makna agar si bayi
bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.
15.Adapun
makanan wajib yang ada dalam paket among-among, yaitu nasi putih dan gudangan,
yang dibagikan di pincuk dari daun pisang.
16.Menurut
Bapak Dasuki, selaku tokoh ustadz yang kerap mendoakan acara selapanan, sayuran
yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya ganjil, karena dalam
menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka keberuntungan.
17.Gudangan
juga dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini
melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap
mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang panjang, agar bayi panjang
umur, serta bayem, supaya bayi hidupanya bisa tenteram.
B.
ASAL USUL
Selapanan
ini berasal dari sebuah tradisi dari cikal bakal Desa Watu Panjangrejo yang
turun-temurun.
C.
TUJUAN
1. Melestarikan
budaya desa dari generasi tua ke generasi muda.
2. Sebagai
ucapan rasa syukui generasi tua ke generasi muda.
3. Sebagai ucapan rasa syukur terhadap Allah swt
yang telah memberikan anugerah dan nikmat-Nya.
4. Memohon
keselamatan dan keberkahan bagi bayi yang baru lahir ke dunia.
D. MANFAAT
1. Mejalin tali silaturrohmi kepada seluruh
warga masyarakat dengan adanya acara selapanan ini.
2. Lebih mendekatkan diri kepada Allah swt
dengan penuh rasa syukur atas nikmat dan anugerah yang telah diberikan.
E. KOMENTAR
Selapanan
merupakan suatu cara untuk mewujudkan rasa syukur kepada Allah swt serta alat
untuk menciptakan rasa solidaritas, keakraban, dan kerukunan di Desa Watu
Panjangrejo. Sehingga tradisi ini harus tetap dilestarikan karena merupakan
tradisi yang sangat positif dalam kehidupan sosial.
F.NILAI-NILAI
KEISLAMAN
Nilai
keislaman yang ada dalam upacara pelaksanaan selapanan bayi di desa Watu
Panjangrejo ini adalah nilai keagamaan yang kuat dengan dilaksanakannya
berbagai doa-doa yang dilantunkan/diucapkan oleh uztadz dengan diikuti oleh
keluarga serta seluruh masryarakat yang hadir.
TOKOH
NARASUMBER:
1.
Bapak Samiranta, selaku Kepala Desa Watu Panjangrejo.
2.
Ibu Ngajilah, selaku Ketua PKK di Desa Watu Panjangrejo.
3.
Bapak Dasuki, selaku Tokoh Agama di Desa Watu Panjangrejo.
(Anjar Wijayanti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar